Dalam ilmu ekonomi, uang adalah suatu alat yang bisa diterima oleh masyarakat umum sebagai alat tukar-menukar ataupun alat pembayaran yang sah dalam suatu aktivitas ekonomi. Namun, sebagian lainnya ada yang mengatakan bahwa uang adalah suatu benda yang diterima oleh banyak masyarakat untuk bisa mengukur nilai, dijadikan sebagai alat tukar ataupun sebagai alat untuk melakukan kegiatan pembelian barang ataupun jasa yang mana bentuk kehadirannya sudah disetujui oleh peraturan tertentu.
Dalam Sejarah perkembanganya uang telah mengalami banyak perubahan dalam bentuk kemudahan bertransaksi secara mudah dan terukur, mulai dari masa barter, uang barang, uang kartal dan uang giral hingga sampai saat ini perkembangan uang terus di lakukan seperi pengembangan pengurangan penggunaan transaksi uang tunai menjadi transaksi digital atau sering di kenal dengan finansial teknologi (fintek) yang kemudian pada masa pandemic yang berlangsung selama ini penggunaan fintech semakin meningkat.
Nah berikut pada kesempatan ini akan kita bahas tentang sejarah mata uang dimasa kerajaan Hindu Budha dan pada masa kejayaan kerajaan Islam di indonesia
Masa kejayaan kerajaan Hindu-Buddha
Dikutip dari laman koleksi Numismatic BI, Sebelum masa kerajaan Hindu-Buddha, perdagangan di Nusantara telah menuntut penggunaan alat pembayaran yang bisa diterima secara umum sebagai pengganti sistem barter. Mulanya alat pembayaran yang digunakan masih sangat sederhana, seperti di wilayah Irian yang memakai kulit kerang dengan jenis tertentu, lalu di wilayah Bengkulu dan Pekalongan yang memakai manik-manik, dan di wilayah Bekasi memakai belincung (semacam kapak batu) sebagai alat pembayaran pada saat itu.
Pada masa kerajaan Hindu-Buddha, alat pembayaran tersebut mengalami kemajuan, terutama dari bahan dan desainnya. Di Jawa misalnya, alat pembayaran sudah terbuat dari logam. Mata uang tertua dibuat sekitar awal abad ke-12, dari emas dan perak, yang disebut Krisnala (uang Ma) peninggalan kerajaan Jenggala. Sementara, di luar Jawa, kerajaan Buton meninggalkan uang Kampua yang beredar pada abad ke-9. Kerajaan-kerajaan besar Hindu-Buddha di Nusantara, seperti Sriwijaya dan Majapahit pada masa itu telah mempunyai mata uang sendiri. Sayangnya, uang peninggalan di masa Kerajaan Sriwijaya belum ditemukan. Sedangkan Majapahit, meninggalkan uang Gobog yang terbuat dari tembaga, diperkirakan beredar pada abad ke-14 sampai ke-16. Selain sebagai alat pembayaran, uang ini juga banyak digunakan sebagai benda keramat.
Masa kejayaan kerajaan Islam
Pada abad ke-15, ketika Islam berkembang di Nusantara, beredar berbagai mata uang yang dikeluarkan oleh kerajaan-kerajaan Islam, seperti mata uang dari Samudra Pasai, Aceh, Jambi, Palembang, Banten, dan Sumenep. Mata uang yang dikeluarkan pada umumnya bertuliskan Arab. Misalnya, Uang Kerajaan Jambi pada sisi belakang bertuliskan Arab “Sanat 1256” dan pada sisi depan “Cholafat al Mukmin”.
Yang unik adalah uang Kerajaan Sumenep yang berasal dari uang asing dan kemudian diberi cap “Sumenep” dengan aksara Arab. Hal ini jadi salah satu bukti bahwa kerajaan-kerajaan Islam saat itu berperan aktif dalam kegiatan niaga di Nusantara, sehingga uang-uang kerajaan tersebut beredar seiring dengan mata uang asing, bahkan bisa dipertukarkan. Misalnya satu Real Spanyol sama dengan 16 mas (dirham) Aceh dan 4 shilling Inggris sama dengan 5 mas (dirham) Aceh.
Sumber : Koleksi Museum (www.bi.go.id)